Sabtu, 01 September 2012

Kenangan di Sebuah Gubuk


Kehidupan ini seperti roda yang selalu berputar, terkadang kita berada di atas dan suatu saat nanti mungkin akan berada dibawah. Allah selalu menguji kita dimanapun posisi kita berada, saat kita berada diatas dengan gelimangan harta, maka kita akan diuji dengan  kekayaan yang kita miliki, apakah kita akan tetap beriman kepada – Nya ataukah akan mengingkari semua nikmat yang Dia berikan?, disaat posisi kita dibawah dalam keadaan susah dan serba kekurangan, apakah kitapun masih tetap memegang teguh iman kita?.

Seperti itulah kehidupan yang dialami oleh keluargaku, ayahku yang dulu adalah petani yang sangat sukses dengan perkebunan cengkeh dan kopinya, tiba – tiba harus kehilangan semuanya, saat pemerintah menetapkan hutan diseberang perkebunan kami sebagai hutan lindung, sejak saat itu banyak binatang – binatang buas berkeliaran di perkebunan bahkan sampai perkampungan membuat penduduk ketakutan dan hidup kamipun seakan tidak tenang, perkebunan kami dirusak oleh kawanan Gajah, semuanya luluh lantah tak bersisa, banyak petani yang pindah dan meninggalkan kebun dan rumah mereka begitu saja, karena mereka pikir sudah tidak ada lagi yang bisa dipertahankan dan sudah tidak ada lagi harapan untuk bertahan hidup di perkebunan itu.

Ayah menganjak kami untuk tinggal di kota, ayah mencoba mengadu nasib dengan berjualan, ayah mengontrak sebuah rumah, tapi kalau aku bilang tepatnya dibilang sebuah gubuk, yang terbuat dari papan dan bawahnya diplester semen, kira – kira berukuran 3x4 meter, yang disekat oleh ayah menjadi 2 bagian, bagian depan untuk warung dan bagian belakang untuk dapur,  untuk tidur ayah memasang papan diatas jadi dibuat seperti loteng didalam kebetulan bangunannya tinggi, sedangkan untuk MCK kami numpang sama yang punya kontrakan, kebetulan mereka mempunyai pasilitas MCK diluar rumah, kami terpaksa harus berjualan an tinggal disitu  untuk menghemat biaya.

Sesunguhnya hatiku sangat sedih melihat kehidupan keluargaku menjadi seperti ini, ingin rasanya aku menangis dan berteriak sekencang – kencangnya melihat kehidupan keluargaku yang berubah 360 derajat, tapi tidak ada keluhan yang terdengar baik dari diriku maupun dari kedua orang tuaku dan adik – adikku, tidak juga kulihat ada air mata yang menetes karena kemiskinan ini, sebenarnya aku tahu diantara kami semua saling menahan diri dan saling menjaga agar jangan sampai terlihat lemah, karena kalau diantara kami ada yang terlihat lemah kemungkinan kami akan hancur. Untuk mengantipasi itu  maka keluhan, jeritan , tangisan dan tetesan air mata semua kucurahkan hanya disepertiga malam, dalam sujud dan dzikirku saat aku mengadukan semuanya, tentang rasa sakit dan penderitaan keluargaku kepada Sang Kholik.

Terkadang perasaan minder atau malu terhadap teman – teman sekolahku karena aku tinggal disebuah gubuk pasti ada, tapi ayah yang seakan mengerti perasaanku selalu mengingatkan, “bahwa Allah tidak pernah membedakan manusia karena kaya atau miskinnya, tetapi yang membedakan kita dihadapan Allah adalah keimanan dan ketaqwaan kita kepada – Nya, jadi kita tidak punya alasan  untuk malu karena kita hidup miskin, selama kita masih memegang teguh iman kita” itu yang selalu dicamkan oleh ayah kepada kami anak – anaknya.

Memang betul kata ayah, aku tidak boleh malu ataupun minder karena Allah telah memberiku banyak  kelebihan, disekolah aku adalah seorang murid yang sangat cerdas sehingga disayang oleh guru dan disukai oleh teman –temanku, jadi kurasa tak perlu lagi  merasa malu karena kondisi keluargaku yang yang hidup serba kekurangan .

Penghasilan ayah dari membuka warung sangatlah minim, untuk makan saja masih kurang sehingga kami harus lebih berhemat, untung saja bapak pemilik kontrakan sangat baik hati, beliau tidak mau  menerima uang sewa , beliau bilang daripada kosong lebih baik ditempati oleh keluargaku, dan dia menganggap keluargaku seperti keluarganya sendiri, alhamdulillah berkurang satu lagi beban orang tuaku.

Sejak kondisi  yang serba kekurangan yang menimpa keluarga kami,  semakin mendekatkan diri kami kepada Allah, sholat malamku tidak pernah absen karena disitulah tempatku mencurahkan seluruh keluh kesahku dan menumpahkan seluruh air mataku, biarlah penderitaanku ini hanya Allah yang tahu, dan akupun tak pernah absen puasa Senin Kamis, selain menjalankan sunah juga agar biaya pengeluaran untuk makan juga lebih hemat, yang penting adik – adikku tidak pernah kekurangan makan.

Allah mendengarkan doa – doa kami, semakin hari kehidupan keluargaku semakin membaik, kini ayahku diberi kepercayaan oleh bapak pemilik rumah untuk mengolah perkebunan coklatnya, selain mendapat gaji ayahpun bisa menanam sayuran, singkong dan pisang, memanfaatkan tanah kosong dipinggir perkebunan, alhasil kembali beban biaya hidup kami berkurang lagi. Aku harus merelakan cita – citaku untuk kuliah walaupun keinginan itu sangat besar sekali dan akupun  mendapat nem tertinggi, tapi aku lebih memilih untuk bekerja agar bisa membantu membiayai sekolah adik – adikku, dan agar keluargaku tidak kekurangan sandang pangan lagi.

Setelah lulus sekolah aku mencoba mencari pekerjaan di Jakarta, aku diterima sebagai admin di sebuah perusahaan swasta, dengan uang gajiku selain bisa membiayai kebutuhanku sehari – hari akupun bisa membantu orang tuaku, alhamdulillah beban orang tuaku semakin ringan.

Karena prestasi kerja ayahku dinilai sangat bagus oleh pemilik kebun, akhirnya ayahku dipercaya untuk membuat perkebunan baru di Bengkulu, ayahku diberi modal yang nantinya hasil kebun akan dibagi 2, keluargakupun pindah ke Bengkulu dan meninggalkan berjuta kenangan  di sebuah gubuk ditengah  kota.

Perekonomian keluargaku kini sudah kembali bangkit , 4 orang adikku sudah bekerja dan ada juga yang sudah berumah tangga, dan si bungsu sekarang masih kuliah, aku sendiri dari lulus sekolah sampai sekarang berkeluarga menetap di Jakarta, sedangkan keluargaku pindah dari Bengkulu ke Riau, ayahku sekarang bertani kelapa sawit dan kelapa hibrida.

Perjalanan hidup yang telah kami lalui seakan sebuah mimpi buruk yang harus kami jalani dengan hati yang tabah dan ikhlas, karena semua itu adalah ujian dari Allah dan alhamdulillah kami sekeluarga kuat menjalaninya dan saat kami terjaga dari mimpi, semuanya telah kembali menjadi indah.

Dulu aku sempat malu dan minder karena tinggal di gubuk kecil yang tidak ada ruang tamu, tidak ada ruang keluarga, tidak ada ruang belajar, kamar mandi juga tidak ada , bahkan kamar tidurkupun letaknya di atas dapur, dan atasnya seng, jadi kalau ibuku sedang masak suasa kamarku disiang hari sangat panas, dan dimalam hari suasana kamarku sangat dingin karena atasnya seng dan papannya banyak yang bolong hingga banyak nyamuk. 

Tapi kini aku sangat merindukan gubuk itu, gubuk yang memberikan banyak pelajaran tentang hidup, gubuk yang semakin mendekatkan diriku dan keluargaku kepada sang Sang Kholik. Kudengar kabar kalau sekarang bapak pemilik kontrakan sudah pindah ke Palembang dan rumahnya sudah dijual, bagaimana dengan nasib gubukku? Ternyata istanaku itupun telah dibongkar, dan Gubuk kecil ditengah kota itu kini hanya tinggal cerita dan kenangan semata.

9 komentar:

Pengamat Sosial mengatakan...

Saya pernah dinas di Palembang selama 6 tahun nduk. Beberapa kali saya berkunjung ke Lampung, Jambi dan Bengkulu.

Sabar yaa, semoga semua ada hikmahnya

Salam hangat dari Surabaya

Unknown mengatakan...

Makasih om GusLik, semua sudah berlalu lama, semua menjadi pengalaman hidup yang sangat berharga, :-)

Anonim mengatakan...

Ceritanya bagus :)
Salam kenal mbak ^^

Unknown mengatakan...

Salam kenal juga Sri Efriyanti, terinakasih atas kunjungannya. :-)

Irfan Student mengatakan...

kehidupan seperti roda yang berputar terkadang di atas terkadang juga di bawah namun ketika kita sedang berada di atas selalu ingatlah bahwa semua itu berkat kerja keras kita dan semuanya di berikan oleh yang maha Kuasa :)

Irfan Student mengatakan...

kehidupan seperti roda yang berputar, dimanapun posisi kita saat itu yang penting selalu ingat

Unknown mengatakan...

Betul sekali kehidupan ini seperti roda, dimanapun posisi kita tetaplah kita jaga keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah, karena begitu kita bisa melewati semua ujian-Nya kita akan merasakan kenikmatan yang tiada tara.

outbound Malang mengatakan...

salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
jujur dalam segala hal tidak akan mengubah duniamu menjadi buruk ,.
ditunggu kunjungan baliknya gan .,.

Unknown mengatakan...

Betul sekali kejujuran tidak akan menhubah dunia kita menjadi buruk, hidup dalam kejujuran justru akan membuat hidup kita terasa tenang, terimakasih atas komentar dan kunjungannya.