Saat aku kelas 2 SLTA,
aku pindah sekolah ke SMAN 1 Kota Agung Lampung Selatan. Sebagai anak baru aku
harus pandai-pandai beradaptasi dengan teman dan lingkungan baruku.
Teman sebangkuku
bernama Yuli dia sedang naksir anak kelas 2 Bahasa. Dia bilang anaknya tampan
dan cool. Dan dia berjanji kepadaku jika anaknya lewat depan kelas kami dia
akan memberitahuku.
Betul saja begitu si
anak lewat depan kelas kami dia langsung memberitahuku, kebetulan anak itu
lewat bersama temannya. Memang betul apa yang dia bilang kalau anak Bahasa yang
dia incar itu memang tampan. Sedangkan teman yang berjalan besamanya wajahnya sangat bertolak belakang. Maka teman
kami yang bernama Yati bilang. “Kenapa kamu gak naksir temannya saja Yul.”
Seketika Yuli marah-marah, melihat sikapnya seperti itu tawa kami pun meledak.
Hal itu membuat kedua orang yang sedang kami bicarakan menoleh ke arah kami.
Itu membuat kami berhenti tertawa. Tapi tidak bisa menyembunyikan senyum kami.
Kejadian itu seketika
dapat kami lupakan, karena kami rasa itu hanya candaan semata, jadi tidak penting
untuk diingat.
Hingga saat malam
Minggu tiba. Aku yang sedang asyik tidur-tiduran di kamar sambil membaca novel.
Tiba-tiba ibu memanggiku dan bilang kalau ada temanku yang datang. Aku sempat
heran, “teman? Siapa temanku datang dimalam Minggu begini? Aku belum mempunyai
banyak teman karena baru satu minggu sekolah.” Celotehku dalam hati.
“Bu, yang datang
laki-laki atau perempuan?” tanyaku.
“Laki-laki, dua orang
tuh sudah nunggu di depan.”
“Hah ... laki-laki?
Siapa?” karena penasaran aku langsung bergegas ke teras depan.
Saat aku melihatnya,
aku merasa bingung. “Siapa yah laki-laki ini? Sepertinya aku pernah melihatnya?
Tapi dimana?” pertanyaan-pertanyaan itu berkecambuk dalam hatiku.
“Maaf Mas, Mas ini
siapa yah?” tanyaku pada kedua laki-laki yang kini sudah duduk di depanku.
“Akukan teman satu
sekolah kamu, masa kamu gak inget sih?” jawab laki-laki yang terlihat sangat
cupu. Dengan baju kemeja yang dikancing sampai leher, rambut dibelah tengah dan
terlihat sangat kelimis. Berkulit hitam dan memakai minyak wangi yang baunya
sangat menyengat hidung, membuat perutku menjadi mual.
“Maaf ya Mas, aku anak
baru dan baru seminggu masuk sekolah. Jadi aku belum kenal semua, jangankan
yang beda kelas, yang satu kelas pun aku belum kenal semuanya.” Kataku sambil
terus memperhatikan dandanan cowok itu yang terasa sangat aneh. “Di jaman
sekarang ini, kok masih ada ya orang yang seperti ini,” pikirku dalam hati.
“Ah ... Mbak ini lupa,
apa pura-pura lupa?” katanya sambil tersenyum genit kepadaku. Tingkahnya itu
membuat bulu kudukku jadi merinding. Dan berkali-kali aku mengucapkan
“amit-amit” dalam hati.
“Maaf Mas, apa yah
maksudnya? Aku beneran gak kenal sama Mas dan aku gak ngerti apa maksud ucapan
Mas tadi?” kali ini nadaku agak meninggi karena agak jengkel.
“Mbak ... akukan sering
lewat depan kelas Mbak, dan setiap aku lewat. Kulihat mbak selalu
memperhatikanku sambil senyam-senyum. Itu berarti Mbak diam-diam naksir aku.
Jadi aku datang ke rumah Mbak maksudnya mau bilang. Kalau Mbak naksir sama aku
bilang aja, gak usah malu-malu.” Kata cowok itu sambil terus bertingkah genit.
“Gubrak.” Aku langsung
tidak bisa berkata-kata. Aku hanya bisa berulang-ulang mengucapkan Istighfar
dalam hati. “ Ya ... Allah, mimpi apa aku yah? Kok tiba-tiba aku mengalami hal
yang seperti ini, jangankan mau naksir cowok ini. Ngeliatnya aja “enggak banget
deh.” Celotehku dalam hati. Tapi aku langsung ingat kejadian waktu Yuli
memberitahuku laki-laki yang menjadi incarannya. Berarti laki-laki yang di
depanku ini temannya.
“Maaf ... Mas, Mas
salah pengertian. Teman aku naksir temannya Mas, bukan aku naksir Mas.”
“Ah ... Mbak ini suka
malu-malu. Sekarangkan gak ada teman Mbak, jadi terus terang saja kalau Mbak
suka sama saya.”
“Terserah mas deh, mau
percaya apa Gak. Yang jelas aku gak suka sama Mas, titik.” Kataku dengan nada
tinggi karena sudah tidak bisa menahan emosiku lagi. Dan aku segera pergi
meninggalkan laki-laki itu dengan perasaan jengkel yang luar biasa.
Keesokan harinya
kedatangan laki-laki aneh yang menyebalkan itu, kuceritakan pada Yuli dan Yati.
Untuk kali ini akulah yang menjadi bahan tertawaan mereka. “Huh ... aku jadi
sebel, sudah jatuh tertimpah tangga pula.” Gerutuku.
2 komentar:
Wah pengalaman yang menarik ya.. ^^
Susah juga kalo kelas 2 udah pindah SMA, banyak yg perlu disesuaikan, termasuk teman seperti itu..
Nice share, kunjung balik ^^
Hehehe ... iya betul, tapi sekarang hal-hal seperti itu malah bisa jadi kisah unik untuk diceritakan. :-)
Posting Komentar